4/03/2022

Siti Latifah Herawati Diah: Wartawati Indonesia Pendiri Surat Kabar untuk Publikasikan Kemerdekaan

tempoinstitute.com



Hari ini, Minggu 3 April 2022, Google kembali mengenang salah satu tokoh wartawati berpengaruh di Indonesia lewat Google Doodle-nya. Jika sebelumnya Google Doodle mengenang Roehana Koeddoes (Wartawati pertama Indonesia) pada 8 Nopember 2021, kali ini Google Doogle kembali mengenang sosok tokoh Pers nasional Indonesia lainnya, Siti Latifah Herawati Diah.

Bagi yang bergelut di dunia Pers atau Jurnalisme, nama Siti Latifah Herawati Diah pastinya bukanlah nama yang asing didengar. Namun, buat yang belum tau siapa sih Siti Latifah ini, jangan skip tulisan ini, ya. Karena gue bakal bahas secara singkat sejarah beliau dan alasan kenapa Google Doodle menampilkannya hari ini.

 

Google.com

Google.com


Latar Belakang Siti Latifah Herawati Diah


Jadi, Siti Latifah Herawati Diah ini adalah tokoh Pers Nasional sekaligus pelaku sejarah di Indonesia yang meraih Penghargaan Bintang Mahaputera Utama di era pemerintahan Soeharto. Herawati lahir di Tanjung Pandan Belitung, 3 April 1917. Fondasi pendidikan yang tertanam pada Herawati sangat kuat. Ia tercatat pernah bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School) di Salemba, Jakarta, dilanjutkan ke American High School di Tokyo, Jepang. Dan kemudian hijrah ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikannya di Barnard College yang berafiliasi dengan Universitas Columbia, dan mengambil jurusan Pendidikan Sosiologi. Lalu pada musim panas, Herawati menempuh pendidikan Jurnalistik di Universitas Berkeley, California. Dengan lancar Herawati dapat menyelesaikan keduanya dengan baik pada 1941. Menariknya, kala itu Herawati adalah wanita pribumi pertama yang berhasil lulus dari Universitas di luar negeri. Can you imagine how smart, Mrs. Herawati was?


portalpurwokerto.pikiran-rakyat.com



Kuatnya fondasi pendidikan Herawati tidak lepas dari dukungan kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang. Ibunya, Siti Alimah binti Djojodikromo adalah keturunan bangsawan yang sempat mendirikan majalah berjudul “Doenia Kita” yang pada kala itu merupakan satu-satunya majalah wanita. Sedangkan ayahnya, Raden Latip adalah lulusan kedokteran Sekolah Dokter Stovia pada 1908. Begitu lulus dari Stovia, ia bekerja sebagai ahli medis di perusahaan tambang timah Belanda di Pulau Belitung.

 

historia.id - Herawati kecil dengan orang tuanya


Awal Karier Sebagai Jurnalis


Setahun selepas lulus dari Amerika Serikat, Herawati memulai karirnya sebagai seorang wartawati lepas di Kantor Berita United Press International (UPI). Kemudian, Herawati direkrut sebagai penyiar radio di Hoso Kyoku untuk siaran dengan Bahasa Inggris. (Fun Fact: Hoso Kyoku adalah cikal bakal terbentuknya RRI). Nah, di Radio Hoso Kyoku ini Herawati bertemu oleh Burhannudin Muhammad Diah (BM Diah) yang kemudian menjadi suaminya. Kala itu, BM Diah masih bekerja di Koran Asia Raja, dan belum menjadi Menteri Penerangan.


historia.id - Herawati sebagai wartawati


Ada cerita menarik yang gue kutip dari historia.id. Kala itu, BM Diah yang masih berusia 25 tahun membuat Herawati jatuh cinta dengan BM Diah yang menawarkan bantuan dengan kalimat "inilah aku, tidak punya gelar. Sekolahku sedang-sedang saja. Bolehkah aku mengangkat kopormu, Miss Latip?,"


Oh boy. Mr. Diah can make every girls crazy with his poetic sentence. Including me. Lol


BM Diah juga mengirimkan puisi-puisi gombalnya untuk Herawati dengan Bahasa Inggris untuk meluluhkan hati sang gais yang pernah berkuliah di Amerika tersebut. 


"Love is ageless

Written about, words are limitless

Love knows no extremity

Either Boundary "


He is so poetic. No wonder Mrs Diah fallin love with him.


historia.id - Herawati bersama suaminya, BM Diah


 

Berdirinya Harian Merdeka dan Indonesian Observer


Merasa bahwa kemerdekaan Indonesia perlu publikasi yang luas, maka Herawati bersama suaminya, BM Diah mendirikan Koran Harian Merdeka pada 1 Oktober 1945 untuk mendukung berita Nasional, khususnya berita kemerdekaan.


kabarlawas.com - Harian Merdeka tahun 1976


kompasiana.com - Harian Merdeka tahun 1947


10 tahun setelah berdirinya Harian Merdeka, Herawati dan BM Diah kembali mendirikan koran dengan judul “Indonesian Observer”. Bedanya, koran ini berisikan berita dengan Bahasa Inggris dan menjadi koran dengan Bahasa Inggris pertama di Indonesia. Indonesia Observer diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, pada 1955. Sayangnya, Indonesian Observer hanya bertahan sampai tahun 2001. Sedangkan Harian Merdeka berganti tangan pada akhir tahun 1999.


newsroomhistory.com - Harian Indonesian Observer


Kontribusi Herawati di Luar Jurnalistik


Tak hanya bergelut di bidang Jurnalisme Indonesia, Herawati juga banyak berkontribusi dalam organisasi-organisasi yang banyak membantu kemajuan masyarakat Indonesia khususnya perempuan dan anak-anak. Di antaranya adalah menjadi anggota Komnas Perempuan, Lingkar Budaya Indonesia, Gerakan Perempuan Sadar Pemilu, membangun TK di bawah Yayasan Bina Carita, Hasta Dasa Guna dan Women’s International Club.


Ketertarikannya dalam dunia menulis dan jurnalistik, ditambah dengan otaknya yang cerdas membuat Herawati menulis buku berjudul “An Endless Journey: Reflections of an Indonesian Journalist”. Dalam buku tersebut, Herawati mengatakan bahwa menurutnya, peran media sangat penting dalam mengisi kemerdekaan. Generasi 1945 telah menyalakan semangat kemerdekaan yang masih dirasakan saat ini untuk melawan ketidak adilan.

 

amazon.com - An Endless Journey: Reflections of an Indonesian Journalist


Penghargaan Herawati


Selain penerima Penghargaan Bintang Mahaputera Utama, Herawati juga mendapatkan penghargaan “Lifetime Achievement” atau “Prestasi sepanjang hayat” dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 2011. Maka dari itu, Herawati dinobatkan sebagai tokoh nasional.


Herawati tutup usia pada 30 September 2016 di umurnya yang ke-99. Ia meninggal di 04.20 WIB, di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, karena faktor usia dan komplikasi penyakit. Herawati kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata berdampingan dengan makan suaminya BM Diah.


Dilansir dari jpnn.com, perwakilan  Google mengatakan bahwa, “Karya Doodle hari ini merayakan warisan Herawati dan jalan yang dia buka untuk perempuan di Indonesia”.


---


Dari segala perjuangan Ibu Siti Latifah Herawati Diah, dapat kita simpulkan bahwa kegigihannya membangun jurnalistik Indonesia dalam usahanya menyebarkan kemerdekaan Indonesia sangat inspiratif. Beliau dan suaminya adalah cikal bakal hadirnya surat kabar-surat kabar yang berkualitas di Indonesia hingga sekarang. Perjuangannya untuk membagikan ilmu, tenaga dan pikiran untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi dapat kita contoh bahwa jangan pernah takut untuk memulai duluan.


Keyakinan Herawati terkait peran media untuk melawan ketidak adilan gue harap bisa diterapkan oleh media-media modern Indonesia saat ini. Karena semakin ke sini, semakin terlihat media-media tidak independen yang hanya berpihak pada pemilik media tersebut. Tak jarang masyarakat menjadi bimbang ketika media A berada di pihak A, sedang media B berada di pihak B. Lalu pihak mana yang benar? Pihak mana yang membela rakyat? Adakah yang berdiri menyuarakan keresahan rakyat?


So, let's end this writing with one of Herawaty's quote below: 


viva.co.id


Sources:

https://tirto.id/sosok-siti-latifah-herawati-diah-yang-hiasi-google-doodle-hari-ini-gqFt

https://jateng.jpnn.com/jateng-terkini/1939/siti-latifah-herawati-diah-muncul-di-google-doodle-jurnalis-wanita-yang-diakui-dunia?page=3

https://jateng.jpnn.com/jateng-terkini/1941/inilah-alasan-google-doodle-menampilkan-siti-latifah-herawati-diah-ternyata?page=2



No comments:

Post a Comment