9/14/2021

I Got My First Dose of Covid Vaccine!! | Efek Samping Vaksin Sinovac

September 14, 2021 0

 

health.clevelandclinic.org

Seperti judul yang telah kalian baca, I just got my first dose of vaccine on 4th Sept 2021. Sebetulnya rada telat sih, ya. Karena orang-orang kayaknya sudah pada selesai sampai dosis ke dua (bahkan nakes beberapa sudah mendapatkan dosis ke tiga), sedangkan gue baru dapat yang pertama. Hehehe. Sebetulnya bukan karena di wilayah gue jarang yang ngadain vaksinasi. Di wilayah gue, di Cibinong, justru udah sering banget deh yang namanya vaksin massal itu diadain. Kayak contohnya di Stadion Pakansari yang rutin mengadakan vaksinasi massal dosis pertama ataupun ke dua setiap hari Selasa dan Kamis. Belum lagi vaksinasi di mall, di kelurahan, di polres, di kecamatan, dll. Sesering itu diaddakan vaksinasi massal, kenapa gue baru dapat? Bukan karena baru dapat, tapi baru aman. Hehehe.


Gue itu ada masalah dengan riwayat penyakit gue. Yang paling gue takutin adalah kecurigaan dokter online setelah gue konsultasi di ha**doc, bahwa gue punya Rheumatoid Asthritis, salah satu penyakit autoimun. Kita semua tahu bahwa penderita autoimun disarankan untuk menunda vaksinasi. Dan eng ing eng, gue dicurigai kena RA di tahun 2020, waktu Covid lagi baru muncul-munculnya di Indonesia. Waktu itu gue konsul di dokter ha**doc, bahwa tiba-tiba sendi-sendi jari tangan dan kaki gue sakit luar biasa. Gue gak bisa nekuk sempurna ketika duduk Tahiyyat Akhir dan duduk di antara dua sujud. Gue gak bisa megang benda berat-berat, gue gak bisa menggenggam sempurna barang di tangan karena sendi-sendi jari gue sakit. Dan ini gue rasa secara tiba-tiba. Kurang lebih satu bulan gue ngerasain sakit dan gak berani ke dokter karena lagi ramai Covid.


Ketika konsul, gue ditanya apa yang dirasa, gue jelasin semua yang gue rasa, sudah berapa lama gue begini, dan ada gejala lain apalagi. Satu yang gue inget adalah pertanyaan apakah rambut gue akhir-akhir ini jadi lebih rontok. Lol. Gue pikir-pikir waktu itu, dan gue jawab “kayaknya iya, deh”. Padahal setelah dipikir-pikir lagi, emang salah satu permasalahan rambut gue dari dulu ya rontok. Setelah gue jawab iya, dijawablah oleh dokter bahwa gue bisa jadi kena rematik. Ternyata rematik bukan hanya penyakit milik kalangan orang tua, tetapi bisa juga dialami oleh usia muda, nah itu dinamakan RA. Namun tetap, dokter tersebut belum bisa memastikan karena ini semua baru dari hasil wawancara online, belum dicek lab. Gue tetap disarankan untuk pergi ke RS untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Tapi gue gak nurut. Dari situ gue gak pernah ke RS untuk periksa apakah betul gue punya Autoimun, karena gak lama dari situ, Alhamdulillah sakit sendi gue tersebut membaik.


Gue gak pernah konsul ke dokter penyakit dalam mengenai hal itu sampai gue udah harus di-vaksin, karena selain untuk mengurangi gejala apabila terpapar Covid, sertivikatnya juga perlu untuk gue gunakan sebagai syarat tes CPNS. Hehehe. Akhirnya datanglah gue ke dokter umum. Gue ceritain semua dari awal, lalu dokter meminta gue buat cek darah, tapi yang gue heran, ternyata yang di-cek adalah kadar gula darah, kolesterol, dan asam urat. Semua angka menunjukkan hasil yang bagus. Sampai gue cerita bahhwa belum lama ini, kadar asam urat gue tinggi sampai di angka 10 mg/dL, di mana untuk perempuan, amannya adalah 2,4 – 6,0 mg/dL. Lalu setelah tahu bahwa asam urat gue tinggi itu, gue langsung minum obat, makanya pas cek lab hari itu, kadar asam urat gue udah bagus lagi.


Setelah itu dokter umumnya bilang bahwa yang gue rasain tahun lalu adalah asam urat yang lagi tinggi, dan bukan autoimun. Karena kalau gejala RA Autoimun, sendi-sendi jari betul-betul tidak bisa ditekuk. Dari situ aman. Gue udah memastikan bahwa gue aman untuk divaksin.


Pikiran gue berlanjut, di satu sisi, gue juga punya GERD atau bahasa mudahnya asam lambung. Gue kalau lagi panik, asam lambung naik, stres banyak pikiran, gejalanya langsung terasa yaitu sendawa terus, mual, serta sesak nafas. Dan itu masih sering gue rasain. Banyak yang bilang bahwa kita tidak boleh divaksinasi ketika sesak nafas, maka dari itu gue pun kembali bingung amankah gue untuk divaksin. Sampai gue ada di titik bahwa gue harus ikut tes CPNS, dan memerlukan sertifikat vaksin, gue beranikan diri untuk divaksin.


Long story short, gue dapat info bahwa tanggal 4 September, Polres Bogor mengadakan vaksinasi. Gue panik, karena h-1 gue mau divaksin, tiba-tiba sesak nafas gue kambuh wkwkwk. Ini pasti karena gue panik, jadi gue tiba-tiba sesak. Gue coba minumin air hangat supaya mereda, gue coba santai di kasur biar hilang, dan sampai pada gue nemu video di youtube cara mengatur pernafasan supaya sesak nafas mereda. Setelah  gue praktekin, Alhamdulillah sesak nafas gue betul-betul mereda. Alhamdulillah gue rasa gue aman untuk besok divaksin.


Sampailah gue di Polres Bogor jam 7 pagi bareng sepupu. Kita berangkat diantar bapak gue. Ketika ngantri, gue mencoba tidak panik supaya gue gak sesek nafas, tapi sesekali gue harus ngambil nafas dalam karena engap wkwkwk. Lalu nama gue dipanggil giliran, disuntiklah gue di tangan kiri. Deug. Lumayan perih, padahal gue biasa ambil darah ga ada rasanya wkwkwk. Yah, begitulah akhirnya gue dapat vaksin dosis pertama.


Sensasi pertama  yang gue rasain, entah karena panik atau apa, serasa ada yang ngejutin di bagian dada kiri. Cuma sepersekian detik, sih. Dan lagi-lagi gue panik, gue kenapa, nih. Tapi Alhamdulillah aman. Ketika lagi observasi 15 menit, mulai terasa pegal di belakang leher, sakit di area suntik, pegal tangan, pegal bahu, dll. Sejauh itu aman sampai tiba di rumah, dan ngantukkkk banget. Akhirnya tidur kurang lebih 15 menit-an.


Dua hari setelah vaksin, rasa sakit di area suntik masih terasa. Gue berpikir mungkin petugas suntik yang bagian gue rada grogi waktu itu jadi posisinya gak pas, sehingga bikin sakitnya gak ilang-ilang wkwk.


Nah, hari ke tiga setelah vaksin, anehnya gue ngerasain dada kiri gue kayak ketarik, tapi gue gak yakin apakah ini efek vaksin atau bukan. Gue berasa kalau dada kiri atas sampai ke sisi ketiak seperti ada yang mengganjal. Ini gue rasain sampai seminggu setelah vaksin. Sekali lagi gue gatau apakakh ini efek vaksin atau bukan. Intensitas rasanya dari yang kerasa mengganggu sekali, sampai hanya sesekali terasa. Sekarang waktu gue lagi ngetik ini, rasanya sudah hilang. Semoga aja gak kerasa lagi.


Sekarang gue lagi nunggu untuk tes CPNS. Gue lagi giat-giatnya belajar. Sertifikat vaksin sudah di tangan, dan siap di-print untuk tes CPNS. WISH ME LUCK, YA ALLAH.

 

9/03/2021

Book Talk - Loving the Wounded Soul by Regis Machdy

September 03, 2021 1

 

Dokumentasi Pribadi


Judul: Loving the Wounded Soul
Alasan dan Tujuan Depresi Hadir di Hidup Manusia
Penulis: Regis Machdy
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: September 2019
Cetakan ke: Sembilan. Mei 2021
Bahasa: Indonesia
Tebal: 288 halaman
ISBN: 978-602-06-3370-1
ISBN DIGITAL: 978-602-06-3371-8


Membaca adalah salah satu hobi gue. Selain membaca, gue juga hobi menulis. Perpaduan yang sangat serasi, bukan? Hehe. Setiap gue selesai membaca satu buku, banyak sekali pandangan, perasaan, dan kesan yang ada di otak gue, tapi gak pernah gue share ke mana-mana. Sampai gue lupa bagaimana jalan cerita buku-buku atau novel-novel yang udah gue baca bertahun-tahun ke belakang. Nyesel, sih. Seharusnya gue tulis semua pendapat gue. Jadi, gue gak perlu baca ulang dan nginget-nginget buku-buku yang udah pernah gue baca untuk diceritakan di sini. Huhuhu.


Maka dari itu, gue berpikir untuk menuliskan kesan-kesan gue terhadap buku-buku yang baru aja gue baca. Gue gak berani bilang bahwa ini review, ya. Karena, gue takut bisa memengaruhi orang lain yang suatu saat mungkin pengin baca, lalu gajadi beli karena liat ulasan gue yang mungkin gue merasa buku itu gak cocok buat gue pribadi. Di samping itu juga, gue bukan pengamat buku, hehehe. Gue hanya seeorang pembaca, seorang pecinta buku yang mencoba menikmati seluruh karya-karya penulis. 


Mungkin segitu aja bridging dari gue untuk entry pertama blog ini tentang buku. Gue akan bikin bagian ini dengan nama “Book Talk”. Semua yang gue tulis bukanlah sebuah ulasan, melainkan kesan-kesan gue terhadap buku tersebut.


Buku yang baru aja selesai gue baca adalah buku self-improvement dengan judul “Loving the Wounded Soul (Alasan dan Tujuan Depresi Hadir di Hidup Manusia)”, karya Regis Machdy. Mungkin sudah pada tahu, bahwa Regis Machdy adalah co-founder dari website pijarpsikologi.org yang berfokus pada penyediaan informasi serta konsultasi psikologi gratis di Indonesia.


Alasan gue tertarik baca buku ini, jelas sekali karena judulnya. Disclaimer, ya, bahwa gue bukan penderita depresi. Namun gue takut kalau suatu saat gue bakal ngalamin itu. Ada beberapa potensi yang bisa bikin gue mungkin saja akan masuk ke lembah hitam bernama depresi. Di antaranya adalah kecemasan berlebihan yang gue alami, sebut saja anxiety. Nah, anxiety ini berhubungan juga  penyakit gerd (Gastoesophaghal reflux disesase) akut gue, serta hal lain-lain yang tidak bisa gue sebut di sini, ya. Loh, tapi apa hubungannya, sih, depresi dengan gerd? Wah, ada banget, hehehe.


Dijelaskan juga dalam buku ini, pada bagian ciri-ciri depresi, bahwa kecemasan yang terus menerus dapat membuat asam lambung naik, sehingga banyak sekali ketidaknyamanan fisik yang dirasakan oleh seseorang yang cemas berlebihan. Di buku ini, penulis mengatakan kalau ia merasakan tenggorokan yang selalu panas. Berbeda dengan gue, yang kalau ada suatu hal yang membuat gue cemas, panik, maka yang gue rasakan adalah sesak nafas, dispepsia, sendawa tanpa henti, mual, hingga muntah. Begitulah gue menyadari bahwa diri gue butuh sedikit informasi serta pencerahan mengenai apa yang gue alami ini. Tingkat stres yang tinggi, tekanan dalam hidup dari berbagai pihak membuat gue ingin lebih tau apa itu depresi. Dan buku ini membantu sekali.


Dokumentasi Pribadi


Dalam buku ini, banyak sekali teori-teori yang dirangkai dengan amat jelas oleh Regis, sehingga pembaca yang awam sama sekali mengenai depresi akan dengan mudah memahaminya. Dimulai dari bagian pengetahuan umum tentang apa itu kesehatan mental, lalu ciri-ciri depresi, faktor biologis, faktor eksternal, serta bahasan dalam sudut pandang keimanan. Regis juga banyak sekali memberikan contoh yang sangat relate dengan apa yang sedang gue alami. Di beberapa part gue sempat menangis karena membayangkan betapa sulitnya menjadi penderita depresi seperti Regis. Serta menangis karena gue sadar bahwa ternyata gue juga merasakan hal itu.


Bagian "Toxic Relationship" juga really hit me so hard. Apa yang ditulis oleh Regis kerasa relate banget sama gue. Toxic Relationship di sini maknanya luas, ya. Bukan hanya relationship antara kita dan pasangan saja, tetapi dengan semua relasi yang ada di kehidupan kita. Part selanjutnya yang bikin gue bercucuran air mata adalah part di mana Regis berkonsultasi dengan psikolog yang dipanggil Regis dengan Mbak Lita. Bagian dimana mbak Lita mulai menuntun Regis untuk mengingat semua kejadian terkait penolakan yang Regis alami semasa hidup. Mulai dari hari ini, hingga ia masih di dalam kandungan. Semua cerita Regis semasa  hidup tersebut betul-betul menyentuh hati gue. I felt that we are the same. And I cried until I finished that chapter. Ternyata apa yang dilakukan mbak Lita terhadap Regis ada hubungannya dengan depresi faktor eksternal. Di mana bisa saja luka batin yang kita rasakan, adalah luka batin yang diturunkan oleh orang tua kita sendiri, bahkan oleh ibu kita sendiri ketika kita masih dalam kandungannya. Dari sini, gue jadi paham dan mulai menerima apabila mendapat perlakuan dari siapapun, terutama dari orang tua, bahwa mereka bersikap seperti itu disebabkan karena orang tua merekapun dahulu bersikap seperti itu. Ketika luka batin tersebut belum hilang, lalu mereka secara tidak sadar dapat “men-transfer” luka tersebut ke kita. Tugas kita dari sekarang adalah menyetop luka tersebut. Memutuskan luka batin yang sudah kita terima, sehingga keturunan kita nantinya bisa hidup dengan damai.


Dokumentasi Pribadi


Sebagai seorang ilmuwan psikologi, dalam buku ini, Regis banyak sekali mengutip beberapa sumber-sumber kredibel yang ia dapat lewat studi psikologi-nya, dan juga buku-buku psikologi yang ia baca. Judul buku-buku yang dikutip oleh Regis dicantumkan di bagian belakang buku dalam bagian pustaka acuan. Maka dari itu, banyak sekali kata-kata ilmiah baru yang belum pernah gue tau sebelumnya. Tapi tenang aja, di bagian depan sebelum masuk ke inti bacaan, Regis meletakkan daftar istilah dengan artinya, sehingga orang awam seperti gue jadi paham, deh.


Dokumentasi Pribadi


Salah satu bagian yang paling menarik dalam buku ini adalah bagian “Siapapun Bisa Depresi”, dan membahas banyak aspek bahwa semua orang rentan mengalami depresi. Laki-laki/perempuan, tua/muda, orang biasa/orang penting, bahkan selebriti. Depresi erat kaitannya dengan rasa ingin bunuh diri. Dengan segala tekanan dalam hidup, bagi penderita depresi, mati mungkin adalah satu-satunya cara agar mereka bisa lepas dari depresi. Meskipun sebenarnya mereka tidak mau ada di posisi tesebut.


“Tidak ada orang di dunia ini yang ingin

mengidap alergi debu atau asma.  Orang dengan

depresi yang memiliki pikiran bunuh diri pun tak

pernah menginginkan kondisi

tersebut”

 

Begitulah sedikit kutipan yang dituliskan Regis. Pada bagian ini terdapat sub-bagian yang membahas fenomena artis yang bunuh diri dalam perspektif global. Contoh yang disebutkan dalam buku ini adalah Chester Bennington (vokalis Linkin Park), Jonghyun (anggota grup K-Pop, Shinee), Mark Salling (salah satu aktor serial Glee), Avicii (DJ asal Swedia), Anthony Burdain (penulis kuliner koki kelas dunia), dan Kate Spade yag merupakan desainer kelas dunia. Hal ini adalah sebuah gambaran bahwa depresi betul-betul menyerang siapa saja, bahkan kepada orang-orang yang dalam TV kita lihat sehat-sehat saja, bahagia dengan popularitas serta hartanya. Padahal kita gak tau permasalahan apa yang sedang mereka alami.


Dokumentasi Pribadi


Sebelumnya gue mau minta maaf apabila mungkin tulisan ini membangkitkan luka lama yang sudah dipendam oleh penggemarnya. Gue nulis ini hanya untuk sebagai contoh bahwa depresi itu betul-betul nyata dan tidak bisa dispelekan.


Penggemar dari Chester dan Jonghyun pasti tidak menyangka-nyangka bahwa mereka memillih untuk bunuh diri ketimbang hidup di dunia. Ini terjadi karena gelagat mereka sesaat sebelum kematiannya betul-betul seperti orang sehat pada umumnya, dan tanpa meninggalkan tanda. Chester meninggalkan dunia ini pada 20 Juli 2017, di mana pada hari itu juga, Chester masih sempat me-retweet seebuah tweet di akun twitter pribadinya. Berbeda dengan Chester, Jonghyun sempat melakuka sesi live dengan penggemarnya, dua bulan sebelum ia memutuskan untuk pergi. Dalam live tersebut, Jonghyun sempat mengatakan bahwa ia sedang tidak bersemangat dan mood-nya jadi tidak baik. Ia berpikir bahwa itu mungkin terjadi karena sedang perubahan cuaca di Korea. Hal itu mungkin adalah sebuah sign bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Namun hal tersebut baru disadari setelah Jonghyun akhirnya memilih pergi dari dunia ini pada 18 Desember 2017. Gue sendiri adalah penggemar K-Pop. Dan Shinee, adalah salah satu grup yang gue cukup ikuti perkembangannya. Mendengar berita kepergian Jonghyun, awalnya gue pikir adalah sebuah hoax. Namun ternyata beritanya adalah sebuah fakta. 


Dokumentasi Pribadi


Kita tidak pernah tahu bagaimana seseorang berjuang dengan depresi. Lalu motif apa yang menyebabkan mereka depresi. Dalam buku ini dijelaskan bahwa ada dua hal yang harus kita lakukan. Yang pertama, tidak melontarkan ujaran kebencian. Kedua, mari melanjutkan hidup dan menyebarkan cinta kasih untuk diri sendiri, orang lain, dan terlebih kepada mereka yang mengalami depresi dan memiliki pikiran bunuh diri.


Dalam buku ini, dijelaskan pula keterkaitan depresi dengan iman dalam diri sesesorang. Gue sendiri sempat berpikir, apakah orang depresi adalah orang-orang yang jauh dari tuhan, orang-orang yang tidak pernah beribadah, tidak pernah meminta belas kasih kepada tuhannya, sehingga mereka merasa tidak ada yang bisa mereka harapkan? Jawabannya ada di buku ini dalam bagian terakhir yaitu “Higher Meaning”. Regis menyebutkan bahwa ternyata, orang-orang yang lebih “fanatik” terhadap tuhan dan agamanya cenderung lebih rentan dengan depresi. Peneliti psikologi dan agama membagi cara seseorang meyakini agamanya menjadi dua orientasi, yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Sekali lagi gue bilang, bahwa Regis menjelaskan bagian yang menurut gue sensitif ini dengan bahasa yang mudah dipahami orang awam dan tidak menyudutkan pihak manapun. 


Dokumentasi Pribadi


Masih banyak sekali bagian-bagian dalam buku yang tidak mungkin gue jelaskan satu-satu di tulisan ini. Jika kalian adalah penderita depresi, atau rentan mengalami depresi, atau seseorang di lingkungan kalian adalah penderita depresi, atau kalian melihat kerabat dekat yang memiliki gelagat depresi, buku ini sangat gue rekomendasikan untuk kalian baca. Buku ini akan membuka perspektif kalian lebar-lebar tentang dunia kesehatan jiwa, terutama depresi.


Sebagai ilmuwan psikolog yang juga pernah mengalami depresi yang berat, gue betul-betul merasakan bahwa Regis sangat ingin menyebarkan pentingnya kesehatan mental bagi masyarakat melalui buku ini. Penjabarannya lengkap, mudah dipahami, sehingga membuat gue merasakan kesan dan pesan positif dari buku ini. Banyak ilmu yang Regis sampaikan terutama buat gue pribadi sebagai pembacanya, yang sedikit banyak bisa membuat gue lebih paham bagaimana gue harus memperlakukan diri gue sendiri –terutama ketika sedang stres–, dan memperlakukan setiap orang, karena setiap orang pasti memiliki masalahnya masing-masing, terutama penderita depresi.


Buku Loving of the Wounded Soul ini membuat gue lebih peka terhadap orang lain, mengajarkan gue pentingnya menjaga kewarasan jiwa dan raga demi menjalani hidup dengan lebih indah, tenang dan damai. Seperti judulnya, mencintai jiwa yang terluka.


Sekian kesan-kesan gue terhadap buku Loving of the Wounded Soul ini. Gue minta  maaf kalau ada beberapa penulisan yang dirasa kurang greget. Semua ini murni dari apa yang gue rasa setelah membacanya. Xoxo.


Dokumentasi Pribadi


Buat yang sudah baca, gue ucapkan Terima kasih. Cheers^^